Tegal, kota yang posisi geografisnya di dataran rendah, sebenarnya
tidak memiliki perkebunan teh. Namun, tradisi minum teh di daerah ini
sangat kental dibandingkan dengan di kota lain yang juga berada di
pesisir utara Jawa Tengah.
Antropolog dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Pande Made
Kutanegara, mengatakan, jauh sebelum tanaman teh datang ke Indonesia
sekitar abad ke-17, Tegal sudah memiliki budaya minum teh yang berakar
dari China.
Pada masa lalu, daerah pantai utara Jawa Tengah, termasuk Tegal,
merupakan jalur perdagangan yang ramai karena Tegal memiliki pelabuhan
besar. Sebelum ada tanaman teh di Indonesia, teh yang dikonsumsi di
Tegal didatangkan langsung dari China.
Belanda yang membawa masuk tanaman teh ke Indonesia kemudian
menetapkan sistem tanam paksa dan salah satu komoditasnya adalah teh.
Produk teh yang berkualitas sebagian besar diekspor ke Belanda dan
Eropa, sementara teh sisa yang mutunya rendah diambil oleh para pekerja
pribumi.
”Kondisi itu membentuk selera konsumsi orang Tegal terhadap teh.
Sampai sekarang mereka terbiasa minum teh yang sepet dan pekat,” kata
Pande, yang pernah melakukan penelitian tentang teh. Rasa sepet itu,
menurut Pande, berasal dari batang teh yang ikut digiling bersama daun
teh sehingga menghasilkan teh berkualitas rendah. Dalam perkembangannya,
teh di Tegal kemudian diolah dengan aroma bunga melati agar lebih enak
dinikmati.
Sejarah boleh membentuk selera. Yang jelas, selera terhadap cita rasa
teh yang agak sepet itu justru membuka peluang bagi pengusaha untuk
membuka pabrik teh di Tegal. Sekarang ini di Tegal ada empat pabrik teh
besar yang menguasai pasar dalam negeri, yaitu teh 2 Tang, Teh Poci, Teh
Tong Tji, dan Teh Gopek. Keempat pabrik teh itu berdiri hampir
bersamaan, yaitu sekitar tahun 1940-an.
Kehadiran empat pabrik teh di Tegal, menurut Eko Handoko (34),
generasi ketiga pemilik teh 2 Tang, karena posisi Tegal dekat dengan
Pekalongan yang menjadi daerah perkebunan melati. Sebagian besar teh
yang diproses di Tegal adalah teh beraroma bunga melati. Di wilayah
Tegal sendiri sekarang sudah ada perkebunan bunga melati yang dikelola
oleh masyarakat, yaitu di Desa Suradadi dan Sidoharjo.
Citra Tegal sebagai kota teh dimanfaatkan oleh keempat pabrik teh
tersebut untuk berebut memasang logo pabrik mereka di setiap rumah
makan. Sepanjang pengamatan, tidak ada warung makan yang tidak memasang
logo teh 2 Tang, Teh Poci, Teh Tong Tji, atau Teh Gopek di warungnya.
Bagi orang Tegal, teh bukan sekadar bahan baku untuk membuat minuman,
melainkan juga memiliki fungsi lain, salah satunya adalah sebagai
cendera mata. Ketika seseorang menggelar hajatan, bubuk teh dalam
kemasan kecil, yaitu sebesar kotak korek api, dibagikan kepada tamu
sebagai kenang-kenangan. Itulah bentuk cinta orang Tegal terhadap teh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar