MANTU POCI DAN BALO-BALO
( Asal Daerah Kota Tegal, Jawa Tengah )
( Asal Daerah Kota Tegal, Jawa Tengah )
MOCI
atau minum dengan poci tanah merupakan ritme dari kehidupan masyarakat
tegal dan sekitarnya. Bahkan dari kebiasaan itu muncul kebudayaan unik,
yaitu Mantu Poci Kata mantu sendiri merupakan bahasa jawa yang berarti
menantu. Sedangkan poci adalah maskot kota Tegal. Sejarahnya Mantu Poci
itu karna dulu ada orang tua yang ingin menggelar hajatan perkawinan.
Tetapi mereka tidak punya anak. Berhubung tidak adanya anak, maka poci
lah yang menjadi korbannya.
Mantu Poci adalah sebuah gelar adat di daerah pesisir Kota Tegal, khususnya di daerah Muarareja dan Tegalsari Kota Tegal yang sudah berlangsung secara turun-temurun. Acara intinya melangsungkan “pesta perkawinan” antara sepasang poci tanah berukuran raksasa. Tradisi Mantu Poci dilaksanakan apabila ada pasangan suami istri yang sudah lama menikah dan belum dikaruniai keturunan, namun berniat menggelar pesta hajatan layaknya keluarga-keluarga lainya. Maka sebagai pengganti mempelainya adalah sepasang poci raksasa yg dihiasi dan didandani layaknya sepasang pengantin. Dapat dikatakan bahwa gelar mantu poci sama dengan gelar hajatan perkawinan pada umumnya, yang membedakan hanya mempelainya, yaitu berupa poci.
Seperti layaknya pesta perkawinan, mantu poci juga dihadiri oleh ratusan bahkan ribuan undangan. Lengkap dengan dekorasi, sajian makanan, dan beraneka pementasan hiburan berupa tari, sulap dan lagu-lagu Tegalan untuk menghibur para undangan yang hadir. Tak lupa pula, di pintu masuk ruang resepsi disediakan kotak sumbangan berbentuk rumah. Selain sebagai harapan agar pasangan suami istri segera mendapatkan keturunan, mantu poci juga bertujuan agar penyelenggara merasa seperti menjadi layaknya orang tua yang telah berhasil membesarkan putra putri mereka, kemudian dilepas dengan pesta besar dengan mengundang sanak saudara, dan relasi.
Mantu Poci dahulunya dilaksanakan dengan tujuan apabila suami istri yang tidak mempunyai keturunan, tetapi berniat untuk menggelar pesta hajatan, dan untuk ritual sebagai jalan untuk agar dapat segera mendapatkan keturunan. Namun dengan berjalannya perkembangan zaman yang maju pesat, kebiasaan itu telah banyak ditinggalkan oleh masyarakat. Pada saat ini Mantu Poci dilaksanakan dengan tujuan hanya sebagai pertunjukan kesenian khas pesisir Kota Tegal.
Begitu juga dengan kesenian Balo-balo,yaitu Kesenian music tradisional khas Tegal yang biasanya mengiringi acara Mantu Poci. Balo-Balo berasal dari kata ’bolo-bolo’ yang berarti kawan-kawan. Balo-Balo mantu poci adalah sebuah pertunjukan seni rakyat Kota Tegal, yang memadukan antara unsur bunyi/musik seni rakyat balo-balo dan unsur cerita mantu poci. Kesenian yang pada awal kelahirannya sewaktu penjajahan Belanda sebagai sarana syiar atau dakwah menyebarkan agama Islam, namun kemudian pada perkembangnya menjadi berbeda tujuannya dan kesenian ini dijadikan masyarakat, khususnya Tegal, untuk mengelabuhi para penjajah.Saat para pejuang tengah berkumpul untuk menyusun strategi melawan penjajah, warga lainnya sibuk berkerumun sambil menabuh rebana dan asyik berdendang, sehingga para penjajah tidak curiga dan menganggap warga sedang bersenang-senang menggelar hiburan.
Balo-Balo bertujuan menjalin komunikasi antarwarga yang lebih baik. Dari syair dan lakon yang dipentaskan, masyarakat dapat memperoleh pelajaran penting, baik tentang lingkungan sekitar, keamanan, maupun budi pekerti. Lantunan syair yang dituturkan para lakon menggunakan dialek Tegal ’deles’ (asli/murni), tanpa ada unsur bahasa Indonesia atau bahasa daerah lainnya, sehingga kerap membuat para penonton terkesima.
Awalnya tradisi tersebut digelar untuk mempererat tali silaturahmi antar tetangga,khususnya bagi mereka yang tidak memiliki keturunanan dan berkeinginan untuk mengadakan syukuran seperti nikahan. Meski tidak ada yang mengetahui sejak kapan tradisi tersebut mulai muncul ,masyarakat tegal meyakini bahwa tradisi tersebut adalah tradisi asli kota bahari tersebut. Di kota yang masih mempertahankan tradisi tersebut yaitu di daerah pinggiran,,seperti Kelurahan Tegalsari,Muarareja,Tunon,cabawan,dan Margadana. Biasanya mantu ini dilaksanakan setelah lebaran atau di bulan sawal.
Selain mantu poci,warga Tegal juga mengenal sunatan poci. Secara umum, pelaksanaan mantu poci dan sunatan poci hampir sama. Adapun yang membedakannya,untuk sunatan poci yang punya hajat biasanya menghiasi ujung poci dibalut dengan kain atau kapas. Poci yang telah dihias diarak keliling rumah sebanyak tujuh kali dan didoakan selayaknya hajatan menyunatkan anaknya sendiri. Setelah itu poci diletakan di kursi yang telah dihias lengkap makanan seperti kebutuhan anak yang disunat.
Sementara orang tua yang punya hajat duduk berdampingan mengapit poci untuk menerima ucapan selamat dan menerima sumbangan dari undangan yang hadir. Untuk mantu poci yang punya hajat menyediakan dua poci dan dihias seperti wanita dan pria. Poci pria diberi topi, dan poci wanita diberi hiasan melati dan janur sebagai lambang wanita. Kedua poci tersebut diarak keliling dan di tempatkan di kursi yang telah dihias.
Tradisi mantu poci memadukan antara unsur bunyi/musik seni rakyat balo-balo dan unsur cerita mantu poci. Perpaduan musik rebana, kendang, gending slendro, bass, serta gitar terdengar mengalun rancak mengiringi syair puja, puji, kritik, serta guyon wangsalan khas Tegal dalam kesenian ’Balo-Balo’ yang merupakan kesenian khas Kota Tegal, Jawa Tengah.Tawa riang dan riuh tepuk tangan penonton sesekali pecah di tengah alunan musik gending-gending tegalan yang dinamis, ditambah tabuhan kendang Jawa dan petikan bass mengiringi lantunan syair para pemain membuat pertunjukan kesenian Balo-Balo semakin meriah.
Mantu Poci adalah sebuah gelar adat di daerah pesisir Kota Tegal, khususnya di daerah Muarareja dan Tegalsari Kota Tegal yang sudah berlangsung secara turun-temurun. Acara intinya melangsungkan “pesta perkawinan” antara sepasang poci tanah berukuran raksasa. Tradisi Mantu Poci dilaksanakan apabila ada pasangan suami istri yang sudah lama menikah dan belum dikaruniai keturunan, namun berniat menggelar pesta hajatan layaknya keluarga-keluarga lainya. Maka sebagai pengganti mempelainya adalah sepasang poci raksasa yg dihiasi dan didandani layaknya sepasang pengantin. Dapat dikatakan bahwa gelar mantu poci sama dengan gelar hajatan perkawinan pada umumnya, yang membedakan hanya mempelainya, yaitu berupa poci.
Seperti layaknya pesta perkawinan, mantu poci juga dihadiri oleh ratusan bahkan ribuan undangan. Lengkap dengan dekorasi, sajian makanan, dan beraneka pementasan hiburan berupa tari, sulap dan lagu-lagu Tegalan untuk menghibur para undangan yang hadir. Tak lupa pula, di pintu masuk ruang resepsi disediakan kotak sumbangan berbentuk rumah. Selain sebagai harapan agar pasangan suami istri segera mendapatkan keturunan, mantu poci juga bertujuan agar penyelenggara merasa seperti menjadi layaknya orang tua yang telah berhasil membesarkan putra putri mereka, kemudian dilepas dengan pesta besar dengan mengundang sanak saudara, dan relasi.
Mantu Poci dahulunya dilaksanakan dengan tujuan apabila suami istri yang tidak mempunyai keturunan, tetapi berniat untuk menggelar pesta hajatan, dan untuk ritual sebagai jalan untuk agar dapat segera mendapatkan keturunan. Namun dengan berjalannya perkembangan zaman yang maju pesat, kebiasaan itu telah banyak ditinggalkan oleh masyarakat. Pada saat ini Mantu Poci dilaksanakan dengan tujuan hanya sebagai pertunjukan kesenian khas pesisir Kota Tegal.
Begitu juga dengan kesenian Balo-balo,yaitu Kesenian music tradisional khas Tegal yang biasanya mengiringi acara Mantu Poci. Balo-Balo berasal dari kata ’bolo-bolo’ yang berarti kawan-kawan. Balo-Balo mantu poci adalah sebuah pertunjukan seni rakyat Kota Tegal, yang memadukan antara unsur bunyi/musik seni rakyat balo-balo dan unsur cerita mantu poci. Kesenian yang pada awal kelahirannya sewaktu penjajahan Belanda sebagai sarana syiar atau dakwah menyebarkan agama Islam, namun kemudian pada perkembangnya menjadi berbeda tujuannya dan kesenian ini dijadikan masyarakat, khususnya Tegal, untuk mengelabuhi para penjajah.Saat para pejuang tengah berkumpul untuk menyusun strategi melawan penjajah, warga lainnya sibuk berkerumun sambil menabuh rebana dan asyik berdendang, sehingga para penjajah tidak curiga dan menganggap warga sedang bersenang-senang menggelar hiburan.
Balo-Balo bertujuan menjalin komunikasi antarwarga yang lebih baik. Dari syair dan lakon yang dipentaskan, masyarakat dapat memperoleh pelajaran penting, baik tentang lingkungan sekitar, keamanan, maupun budi pekerti. Lantunan syair yang dituturkan para lakon menggunakan dialek Tegal ’deles’ (asli/murni), tanpa ada unsur bahasa Indonesia atau bahasa daerah lainnya, sehingga kerap membuat para penonton terkesima.
Awalnya tradisi tersebut digelar untuk mempererat tali silaturahmi antar tetangga,khususnya bagi mereka yang tidak memiliki keturunanan dan berkeinginan untuk mengadakan syukuran seperti nikahan. Meski tidak ada yang mengetahui sejak kapan tradisi tersebut mulai muncul ,masyarakat tegal meyakini bahwa tradisi tersebut adalah tradisi asli kota bahari tersebut. Di kota yang masih mempertahankan tradisi tersebut yaitu di daerah pinggiran,,seperti Kelurahan Tegalsari,Muarareja,Tunon,cabawan,dan Margadana. Biasanya mantu ini dilaksanakan setelah lebaran atau di bulan sawal.
Selain mantu poci,warga Tegal juga mengenal sunatan poci. Secara umum, pelaksanaan mantu poci dan sunatan poci hampir sama. Adapun yang membedakannya,untuk sunatan poci yang punya hajat biasanya menghiasi ujung poci dibalut dengan kain atau kapas. Poci yang telah dihias diarak keliling rumah sebanyak tujuh kali dan didoakan selayaknya hajatan menyunatkan anaknya sendiri. Setelah itu poci diletakan di kursi yang telah dihias lengkap makanan seperti kebutuhan anak yang disunat.
Sementara orang tua yang punya hajat duduk berdampingan mengapit poci untuk menerima ucapan selamat dan menerima sumbangan dari undangan yang hadir. Untuk mantu poci yang punya hajat menyediakan dua poci dan dihias seperti wanita dan pria. Poci pria diberi topi, dan poci wanita diberi hiasan melati dan janur sebagai lambang wanita. Kedua poci tersebut diarak keliling dan di tempatkan di kursi yang telah dihias.
Tradisi mantu poci memadukan antara unsur bunyi/musik seni rakyat balo-balo dan unsur cerita mantu poci. Perpaduan musik rebana, kendang, gending slendro, bass, serta gitar terdengar mengalun rancak mengiringi syair puja, puji, kritik, serta guyon wangsalan khas Tegal dalam kesenian ’Balo-Balo’ yang merupakan kesenian khas Kota Tegal, Jawa Tengah.Tawa riang dan riuh tepuk tangan penonton sesekali pecah di tengah alunan musik gending-gending tegalan yang dinamis, ditambah tabuhan kendang Jawa dan petikan bass mengiringi lantunan syair para pemain membuat pertunjukan kesenian Balo-Balo semakin meriah.
Kak, saya bisa minta cp nya untuk menanyakan lebih lanjut tentang kesenian balo-balo ini?
BalasHapusKak, saya bisa minta cp nya untuk menanyakan lebih lanjut tentang kesenian balo-balo ini?
BalasHapus